Rabu, 05 Maret 2014

Laporan Penyakit Tifoid Pada Anak



LAPORAN
PENYAKIT TIFOID PADA ANAK







 

Dosen Pembimbing : IIT ERMAWATI., Amd. Keb , S.Kep , M.Kes.

Disusun Oleh :

1.     Alpiatun Holipa                      (NIM:15401.06.13003)          
2.     Mariyatul Miswanti                 (NIM: 15401.06.13030)
3.     Siti Nur Faisatul Ummah        (NIM: 15401.06.13045)
4.     Solehati Nur Fadilah               (NIM: 15401.06.13046)
5.     Suci Afika Indraheni              (NIM: 15401.06.13047)


D III KEBIDANAN
STIKES HAFSHAWATI ZAINUL HASAN GENGGONG
TAHUN AKADEMI 2013/ 2014





LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan pendahuluan dan asuhan kebidanan “Penyakit Tipoid”
Yang Disususn Oleh :
kelompok
§    Alpiatun Holipa                                  (NIM:15401.06.13003)                      
§    Mariyatul Miswanti                             (NIM:15401.06.13030)
§    Siti Nur Faisatul Ummah                    (NIM:15401.06.13045)
§    Solehati Nur Fadilah                           (NIM:15401.06.13046)
§    Suci Afika Idraheni                            (NIM:15401.06.13047)

        Sudah sesuai dengan outline dan telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk mendapat pengesahan sebagaimana mestinya.

Genggong,……November 2013
Menyetujui,
Dosen Pembimbing


IIt ERMAWATI.Amd.Keb.,S.Kep.,M.Kes





A.    TIFOID

                               I.            Definisi Tifoid
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai saluran pencernaan.Gejala yang biasa ditimbulkan adalah demam yang tinggi lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran (FKUI, 1985).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6 – 14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut.
            Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.( Bruner and Sudart, 1994 ).
            Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
            Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh aini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).








                            II.            Fisiologi Tifoid
Infeksi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, infeksi terjadi pada saluran pencernaan.Basil di usus halus melalui pembuluh limfe masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfa sehingga membesar dan disertai nyeri. Basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus  menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsur-angsur sembuh.
Penderita yang telah sembuh dari demam tifoit biasanya mendapat kekebalan sepanjang hidup, jarang didapatkan serangan demam tifoit yang kedua. Adanya aglutinin O,H,dan Vi dalm serum menunjukkan kekebalan terhadap demam tifoid tetapi lebih bersifat diagnotis. Hormick dalam penelitiannya mengamati bahwa tidak ada korelasi antara antibodi tersebut sebelum terpapar salmonella dengan ketahanan terhadap reinfeksi atau
kekambuhan.Kekambuhan terjadi pada 5% penderita, walaupun saat itu sudah terbentuk antibodi. Tampaknya utuk eradikasi infeksi salmonella yang besifat intraselular diperlukan fungsi imunitas selular yang lengkap.

                         III.            Etiologi Tifoid
Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A, dan Salmonella paratyphiiB. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 – 41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8.
1.      Antigen dinding sel (O)yang merupakan lipopolisakarida dan bersifatspesifik grup
2.      Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalamflagella dan bersifat spesifik spesies.
3.      Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses fagositosos.Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagian terluar dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah di lepaskan, lipopolisakarida dan lipid A.
 Ketiga antigen diatas di dalam tubuh akan membentuk antibodi aglutinin.

                         IV.            Tanda dan Gejala
Masa inkubasi rata-rata 2 minggu gejalanya: cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, dan nyeri seluruh badan. Demam berangsur-angsur naik selama minggu pertama.Demam terjadi terutama pada sore dan malam hari (febris remitten).Pada minggu 2 dan 3 demam terus menerus tinggi (febris kontinue) dan kemudian turun berangsur-angsur.
Gangguan gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor-berselaput putih dan pinggirnya hiperemis, perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan, bradikardi relatif, kenaikan denyut nadi tidak sesuai dengan kenaikan suhu badan.
                            V.            Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak tidak has dan sangat bervariasi. Faktor yang dapat mempengaruhi manifestasi klinis dan beratnya penyakit adalah strain S typhi,jumlah mikro organisme yang tertera, keadaan umum dan status nutrisi, status imunologi faktor genetik. Pemberian antibiotika khususnya kloramfenikol dapat mengubah perjalanan penyakit, mengurangi komplikasi dan angka kematian. Dalam 48 jam setelah pemberian antibiotika penderita akan merasa lebih baik dan dalam 4-5 hari suhu badan kembali normal. Namun demikian masih ada kemungkinan penderita mengalami pendarahan dan perforasi usus atau kekambuhan.






                         VI.            Komplikasi Tifoid
1. Komplikasi intra intestinal
a. Perdarahan usus terjadi pada 15% kasus, 25% merupakan perdarahan
ringan dan tidak perlu transfusi. Perdarahan hebat dapat menyebabkan syok, tetapi biasanya sembuh sepontan tanpa pembedahan.

b. Perporasi usus
Merupakan komplikasi pada 1-5% penderita yang di rawat, biasanya pada minggu ketiga atau selain itu dan terjadi pada bagian distal ileum.Selain gejala yang ditemukan pada demam tifoit, penderita mengeluh berforasi nyeri perut hebat di kuadran kanan tetapi dapat pula bersifat menyebar.Abdomen tanpak tegang, dengan nyeri lepas dan hilangnya pekak hati dan bising husus.Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat disertai ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Ilius paralitik.
2. Komplikasi extra intestinal
a.       Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b.      Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
c.       hemolitik.
d.      Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
e.       Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
f.       Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
g.      Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
h.      Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.




                      VII.            Klasifikasi Tifoid
Akhir Minggu Pertama
Pada akhir minggu pertama demam sekitar 38,80C-400C, penderita mengeluh sakit kepala hebat, tampak apatis, binggung dan lelah. Penderita tampak sakit sedang akan tetapi pada kondisi sekitar 10-15% tampak toksik. Pada saat panas tinggi mulut menjadi kering karena saliva berkurang, lidah tampak kotor dilapisi selaput putih sampai kecoklatan, bisa disertai dengan tepi yang hiperemis dan tremo. Pada akhir minggu pertama sering didapatkan rasa mual dan muntah. Penderita kadang-kadang masih mengalami batuk dan didapati gambaran klinis bronkitis. Bronkitis biasanya didapatkan pada kasus demam tifoid berat. Tidak didapatkan nyeri perut yang jelas tetapi penderita merasa tidak enak dan mungkin juga masih disertai konstipasi. Abdomen tampak membesar sekitar 2-3 cm dibawah lengkung iga kanan. Kulit tampak kering dan panas yang mungkin juga didapatkan bercak rose didaerah abdomen, dada atau punggung. Bercak rose merupakan ruam makular atau makulo papular dengan garis tengah 1-6 mm yang akan menghilang dalam 2 sampai 3 hari.

Minggu kedua
Pada sebagian besar penderita demam tinggi terus berlangsung mencapai 38,30C-39,40C, bersifat kontinua dengan perbedaan suhu sekitar 0,50C pada pagi dan petang hari. Pada keadaan ini mungkin didapatkan beradikardi raltif, gejala klasik yang sekarang hanya dijumpai pada kurang dari 25% penderita. Keadaan umum penderita makin menurun, apatis, bingung, kehilangan kontak dengan orang disekitarnya, tidak bisa istirahat atau tidur. Lidah tertutup selaput tebal dan penderita kehilangan nafsu makan serta minum. Pemeriksaan abdomen sulit diinterprestasikan, gambaran yang klasik menyerupai adonan (doughy) dan mudah diraba usus yang berisi air dan udara. Didapatkan didaerah nyeri yang merata, dan distensi abdomen dengan daerah yang meteorismus atau timpani oleh karena konstipasi, penumpukan tinja atau berkurangnya tinja atau berkurangnya tonus lapisan otot instestin dan lambung.



Minggu Ketiga
Memasuki minggu ketiga penderita memasuki tahapan typhoid state, yang ditandai dengan disorientasi, bingung, insomnia, lesu, dan tidak bersemangat. Bisa didapatkan pula adanya delirium, tetapi jarang dijumpai stupor dan koma.Wajah tampak toksik : mata berkilat dan mungkin kemerahan, kelopak mata cekung, pucat, dan flushing didaerah pipi. Penulis lain menggambarkan wajah tifoid yang khas yaitu wajah tanpa ekspresi, suram, kelopak mata setengah terbuka, dilatasi pupil, slack jaw, mulut dan bibir kering. Pernapasan tampak cepat dan dangkal dengan tanpa stagnasi dibasal paru. Abdomen tampak lebih distensi dari sebelumnya. Nodus Peyer mengalami nekrotik dan ulserasi, sehingga sewaktu-waktu dapat timbul pendarahan dan perforasi. Saat ini penderita mengalami berak lembek dan berwarna coklat tua atau kehijauan dan berbau, hal ini dikenal dengan pea-soup diarrhoea,tetapi mungkin msih mengalami konstipasi. Pada akhir minggu ke tiga suhu mulai menurun secara lisis dan mencapai normal pada minggu berikutnya.

                   VIII.            Patofisiologis ( Perjalanan Penyakit )
Penularan Salmonella Typhosa dapat ditularkan dalam berbagai cara yakni dikenal dengan 5F food (makanan) , fingers (jari tangan) , fomitusmunta fly (lalat) , feces. Kuman Salmonella masuk bersama makanan dan minuman setelah berada dalam usus halus kemudian mengadakan infasi ke jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan b nekrosa setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah ( terjadi bakteremi primer ) menuju keorgan-organ terutama hati dan limfa.Kuman yang tidak di fagosit akan berkembangbiak dalam hati dan limfa. Sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan. Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari ) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi sekunder ) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong diatas plakpeyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang. Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.

                         IX.            Alur Masalah
Pohon Masalah
                            X.            Pemeriksaan penunjang
         Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium:

1.         Darah tepi
v  Terdapat gambaran leukopenia
v  limfositosis relatif dan
v  ameosinofila pada permulaan sakit
v  mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan cepat.

2.         Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari 1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat penyakitnya.
4.                  Darah untuk kultur (biakan empedu).

                         XI.            Pengkajian Tifoid

a.         Identitas
b.         Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
c.         Data Fokus
Mata    : konjungtiva anemis
Mulut   : lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan), nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
Hidung : kadang terjadi epistaksis
Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, nyeri tekan.
Sirkulasi: bradikardi, gangguan kesadaran
Kulit     : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
d.         Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
           SGOT SGPT meningkat, leukopenia, leuukositosis relatif pada fase akut; mungkin terdapat anemia dan trombositopenia.
           Uji serologis asidal (titer O, H)
           Biakan kuman (darah, feses, urin, empedu)








                      XII.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.

Suhu tubuh akan kembali normal, keamanan dan kenyaman pasien dipertahankan selama pengalaman demam dengan kriteria suhu antara 366-373 0C, RR dan Nadi dalam batas normal, pakaian dan tempat tidru pasien kering, tidak ada reye syndrom, kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebihan.
1.      Monitor tanda-tanda infeksi

2.      Monitor tanda vital tiap 2 jam



3.      Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya
4.      Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.
5.      Monitor komplikasi neurologis akibat demam
6.      Atur cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
7.      Atur antipiretik, jangan berikan aspirin
Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh
Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun idhubungkan denga resolusi infeksi
Memfasilitasi kehilangan panas lewat konveksi dan konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi

Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat

Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI yang menetap.
Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal

Pasien akan kembali normal pola eliminasinya dengan kriteria makan tanpa muntah, mual, tidak distensi perut, feses lunak, coklat dan berbentuk, tidak nyeri atau kram perut.
1.      Ukur output
2.      Kompres hangat pada abodmen
3.      Kumpulkan tinja untuk pemeriksaan kultur.
4.      Cuci dan bersihkan kulit di sekitar daerah anal yang terbuka sesering mungkin
Menggantikan cairan yang hilang agar seimbang
Mengurangi kram perut (hindari antispasmodik)
Mendeteksi adanya kuman patogen

Mencegah iritasi dan kerusakan kulit
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine.

Pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi salmonella dengan kriteria tanda vital dalam batas normal, kultur darah, urine dan feses negatif, hitung jenis darah dalam bataas normal, tidak ada perdarahan.
1.     Kumpulkan darah, urine dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.

2.     Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order.

3.     Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses negatif terhadap S. Thypi
4.     Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau petugas, batasi pengunjung
5.          Terlibat dalam perawatan lanjutan pasien
6.          Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan makanan dan minuman, mencuci tangan setelah BAB atau memegang feses.
Pengumpulan yang salah bisa merusak kuman patogen sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
Anti infeksi harus segera diberikan untuk mencegah penyebaran ke pekerja, pasien lain dan kontak pasien.
Mencegah transmisi kuman patogen


Membatasi terpaparnya pasien pada kuman patogen lainnya.

Meyakinkan bahwa pasien diperiksa dan diobati.

Mencegah infeksi berulang
Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan dengan kriteria turgor kulit normal, membran mukosa lembab, urine output normal, kadar darah sodium, kalium, magnesium dna kalsium dalam batas normal.
1.          Kaji tanda-tanda dehidrasi
2.          Berikan minuman per oral sesuai toleransi
3.          Atur pemberian cairan per infus sesuai order.
4.          Ukur semua cairan output (muntah, diare, urine. Ukur semua intake cairan.
Intervensi lebih dini
Mempertahankan intake yang adekuat

Melakukan rehidrasi

Meyakinkan keseimbangan antara intake dan ouput
Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.

Pasien bebas dari konstipasi dengan kriteria feses lunak dan keluar dengan mudah, BAB tidak lebih dari 3 hari.
1.          Observasi feses
2.          Monitor tanda-tanda perforasi dan perdarahan
3.          Cek dan cegah terjadinya distensi abdominal
4.          Atur pemberian enema rendah atau glliserin sesuai order, jangan beri laksatif.
Mendeteksi adanya darah dalam feses
Untuk intervensi medis segera

Distensi yang tidak membaik akan memperburuk perforasi pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi

         Diagnosa Keperawatan
a.         Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan:
·         Suhu tubuh klien kembali normal
·         Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
·         Identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan hipertermi
·         Observasi cairan masuk dan keluar, hitung keseimbangan cairan
·         Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak ada kontraindikasi
·         Beri kompres air hangat
·         Anjurkan klien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan saat suhu tubuh naik
·         Kolaborasi: pemberian antipiretik, pemberian antibiotik, pemeriksaan penunjang sama dengan hasil laboratorium.
Evaluasi:
·         Suhu tubuh klien kembali normal
·         Frekuensi pernafasan kembali normal
·         Kulit klien tidak teraba panas
·         Klien dapat beraktivitas
b.         Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak kuat
Tujuan:
·         Asupan nutrisi klien tercukupi
·         Peningkatan nafsu makan klien
Intervensi:
·         Kaji pola makan klien
·         Observasi mual dan muntah
·         Identifikasi faktor pencetus mual, muntah, dan nyeri abdomen
·         Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai klien
·         Sajikaan makanan dalam kedaan hangat dan menarik
·         Beri posisi semi fowler saat makan
·         Bantu klien untuk makan, catat masukan makanan.
Evaluasi:
·         Klien mengatakan sudah tidak mual dan muntah
·         Nafsu makan meningkat

c.            Nyeri akut b.d agen cidera biologis
Tujuan:
·         Nyeri klien berkurang
·         lien merasa nyaman
Intervensi:
·         Kaji karakteristik nyeri dan skala nyeri
·         Kaji faktor yang dapat menurunkan/menaikkan nyeri
·         Ajarkan dan bantu klien melakukan relaksasi dan distraksi
·         Beri posisi yang nyaman
·         Ciptakan lingkungan yang tenang

Evaluasi
·         Klien mengatakan nyeri abdomen berkurang
·         Klien mengatakan sudah merasa nyaman.

                   XIII.            Perencanan Tujuan
a.         Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan:
·         Suhu tubuh klien kembali normal
·         Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
·         Identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan hipertermi
·         Observasi cairan masuk dan keluar, hitung keseimbangan cairan
·         Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak ada kontraindikasi
·         Beri kompres air hangat
·         Anjurkan klien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan saat suhu tubuh naik
·         Kolaborasi: pemberian antipiretik, pemberian antibiotik, pemeriksaan penunjang sama dengan hasil laboratorium.
Evaluasi:
·         Suhu tubuh klien kembali normal
·         Frekuensi pernafasan kembali normal
·         Kulit klien tidak teraba panas
·         Klien dapat beraktivitas
b.         Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak kuat
Tujuan:
·         Asupan nutrisi klien tercukupi
·         Peningkatan nafsu makan klien
Intervensi:
·         Kaji pola makan klien
·         Observasi mual dan muntah
·         Identifikasi faktor pencetus mual, muntah, dan nyeri abdomen
·         Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai klien
·         Sajikaan makanan dalam kedaan hangat dan menarik
·         Beri posisi semi fowler saat makan
·         Bantu klien untuk makan, catat masukan makanan.
Evaluasi:
·         Klien mengatakan sudah tidak mual dan muntah
·         Nafsu makan meningkat

c.            Nyeri akut b.d agen cidera biologis
Tujuan:
·         Nyeri klien berkurang
·         lien merasa nyaman
Intervensi:
·         Kaji karakteristik nyeri dan skala nyeri
·         Kaji faktor yang dapat menurunkan/menaikkan nyeri
·         Ajarkan dan bantu klien melakukan relaksasi dan distraksi
·         Beri posisi yang nyaman
·         Ciptakan lingkungan yang tenang

Evaluasi
·         Klien mengatakan nyeri abdomen berkurang
·         Klien mengatakan sudah merasa nyaman.

                   XIV.            Respon Fisiologi terhadap Tifoid
Stimulasi parasimpatik
·         Muka pucat
·         Penurunan berat badan
·         Kelelahan dan keletihan

                      XV.            Respon tingkah laku terhadap Tifoid
a.       Pernyataan verbal : mengaduh dan menangis
b.      Ekspresi wajah     : meringis
c.       Gerakan tubuh      : gelisah
d.      Kontak dengan orang lain/interaksi sosial : menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, dan penurunan rentang perhatian

                   XVI.            Penatalaksanaan
1.         Pengobatan
a.       Kloramfenikol
b.      Kotrimoksasol
c.       Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi dengan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.
2.         Perawatan
a.       Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
b.      Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
3.         Diet
a.       Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
b.      Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.

























Latar Belakang

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella Typhosa dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologis maupun klinis sama dengan demam tifoid, namun biasanya lebih ringan. Penyakit ini disebabkan oleh spesies Salmonella enteridis. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella enteriditis, yaitu bioserotipe paratyphi A, paratyphi B ( Salmonella schottmuelleri ) dan paratyphi C ( Salmonella hirschfeldii ), sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.
Sampai saat ini, demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan, hal ini disebabkan oleh kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, serta tingkat sosial ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat yang kurang. Walaupun pengobatan demam tifoid tidak terlalu menjadi masalah, namun diagnosis kadang - kadang, terutama di tempat yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan kuman maupun pemeriksaan laboratorium penunjang.











 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar