Rabu, 05 Maret 2014

Makalah Kehidupan Sosial Budaya



MAKALAH
KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI RT.001 RW.001
DUSUN KRAJAN DESA SUMBERKEDAWUNG
KECAMATAN LECES KABUPATEN PROBOLINGGO
PROVINSI JAWA TIMUR
      




Dosen Pembimbing : Umi Narsih, M.Pd.
Disusun Oleh:
Solehati Nur Fadilah (15401.06.13046)

D III KEBIDANAN
STIKES HAFSYAWATI ZAINUL HASAN GENGGONG
TAHUN AKADEMI 2013/ 2014



KATA PENGANTAR

Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penyusun bersyukur dan berterima kasih, karena penyertaan-Nya penuyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat dikemudian harinya sebagai sumber informasi bagi banyak orang.
Dalam penyelesaian makalah ini, penyusun banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya. Jika terjadi kekeliruan didalam makalah ini penyusun mohon maaf sebesar-besarnya. Kritik dan saran penulis terima, atas perhatiannya penyusun mengucapkan terima kasih.



Probolinggo, 01Januari 2014

                                                                                                     Penulis







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang …………………………………………………………..1
B.        Rumusan Masalah ………………………………………………………..2
C.        Tujuan dan Manfaat ……………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
A.       Ciri-ciri Masyarakat di Desa Sumberkedawung………………………… 4
B.       Aspek Sosial Budaya yang Berada di Desa Sumberkedawung…………..6
C.      Pendekatan Sosial Budaya di Desa Sumberkedawung………………….. 9
BAB III PENUTUP
A.        Kesimpulan …………………………………………………………….11
B.        Saran…………………………………………………………………….11
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………13



BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan masyarakat. Pengembangan upaya kesehatan, yang mencakup upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, merata, terjangkau, berjenjang, profesional, dan bermutu.
Penyelenggaraan upaya kesehatan diutamakan pada upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan, tanpa mengabaikan upaya pengobatan dan pemulihan kesehatan. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan dengan prinsip kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan swasta. Menghadapi tantangan dan tuntutan pembangunan kesehatan, perlu dilakukan reorientasi upaya kesehatan, yaitu berorientasi pada desentralisasi, globalisasi, perubahan epidemiologi, dan menghadapi keadaan bencana.
Pengembangan upaya kesehatan perlu memanfaatkan teknologi kesehatan atau kedokteran dan informatika yang semakin maju, antara lain : pembuatan berbagai vaksin, pemetaan dan test dari gen, terapi gen, tindakan dengan intervensi bedah yang minimal, transplantasi jaringan, otomatisasi administrasi kesehatan dan kedokteran, upaya klinis dan rekam medis dengan dukungan komputerisasi, serta telekomunikasi jarak jauh. Pelayanan kesehatan terus dikembangkan dan kegiatannya harus bertumpu kepada fungsi sosial yang dikaitkan dengan sistem jaminan kesehatan sosial nasional.

Upaya kesehatan diutamakan pada berbagai upaya yang mempunyai daya ungkit tinggi dalam pencapaian sasaran pembangunan kesehatan utamanya penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, usia lanjut, dan keluarga miskin.Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Selain itu setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh keterjangkauan dan kemudahan akses ke sarana pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan beberapa faktor penentu antara lain : jarak tempat tinggal dengan sarana kesehatan, waktu tempuh dan alat transportasi ke sarana kesehatan, serta status sosial ekonomi dan budaya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat di jelaskan adalah
1.      Bagaimanakah ciri-ciri masyarakat di Desa Sumberkedawung ?
2.      Bagaimanakah aspek sosial budaya yang berada di Desa Sumberkedawung dalam upaya kesehatan ibu dan anak ?
3.      Apa saja pendekatan sosial budaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah di Desa Sumberkedawung ?
C. Tujuan dan Manfaat
1.      Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka memiliki tujuan sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui ciri-ciri masyarakat di Desa Sumberkedawung.
b.      Untuk mengetahui aspek sosial budaya yang berada di Desa Sumberkedawung dalam upaya kesehatan ibu dan anak.
c.       Untuk mengetahui pendekatan sosial budaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah di Desa Sumberkedawung.


2.      Manfaat
Dari rumusan masalah di atas, maka memiliki manfaat sebagai berikut:
a.       Masyarakat lebih mengetahui tentang bagaimana pertolongan persalinan oleh tenaga non-medis. Masyarakat lebih bisa mengetahui apa keuntungan dan kerugian pertolongan persalinan oleh non-medis.
b.      Kerjasama antara tenaga medis dan non-medis terus terjalin untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan teutama di desa.
c.       Untuk mahasiswa sebagai bahan pembelajaran untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
d.      Untuk institusi sebagai referensi dalam kegiatan perkuliahan untuk mencapai peningkatan mutu dan kualitas mahasiswa dalam mencapai akreditasi.













BAB II
PEMBAHASAN
KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI RT.01 RW.01
DUSUN KRAJAN DESA SUMBERKEDAWUNG
KECAMATAN LECES KABUPATEN PROBOLINGGO
PROVINSI JAWA TIMUR

A.    Ciri-ciri Masyarakat di Desa Sumberkedawung

Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri, atau desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Suatu pedesaan masih sulit umtuk berkembang, bukannya mereka tidak mau berkembang tapi suatu hal yang baru terkadang bertentangan dengan apa yang leluhur hereka ajarkan karna itu masyarakat pedasaan sangat tertutup dengan hal-hal yang baru karena mereka masih memegang teguh adat-adat yang leluhur mereka ajarkan.
Disuatu desa sangat terjangkau fasilitas seperti rumah sakit, sekolah, apotik atau prasarana dlm hal pendidikan dan kesehatan maupun teknologi mereka masih mengandalkan dukun atau paranormal dlm hal kesehatan mungkin hanya puskesmas yang ada di desa tapi itupun belum tentu ada di setiap daerah. Maupun pendidikan masih kurangnya sarana pendidikan didesa didlm sutu kecamatan terkadang hanya satu atau dua sekolahan saja, karena susahnya bantuan masuk dari pemerintah untuk membangun sekolah-sekolah di daerah desa dan  terkadang jarang guru yang mau mengajar di daerah pedesaan.
Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Ciri-ciri masyarakatdesa terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat pedesaan yaitu :
1.      Kehidupan didesa masyarakatnya masih memegang teguh keagamaan atau adat dari leluhur mereka (menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya).
2.      Warga pedesaan lebih condong saling tolong-menolong tidak hidup individualisme (sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan).
3.      Sebagian besar warga masyarakat mayoritas memiliki pekerjaan sebagai petani (hidup dari pertanian).
4.      Fasilitas-fasilitas masih sulit ditemukan desa.
5.      Warganya masih sulit untuk menerima hal baru atau mereka tertutup dengan hal-hal yang baru (mudah curiga).
6.      Sederhana.
7.      Lugas atau berbicara apa adanya.
8.      Jika berjanji, akan selalu diingat.



Sedangkan cara beradaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan.

B.     Aspek Sosial Budaya di Desa Sumberkedawung

Masyarakat nampaknya masih mempertahankan kelestarian budayanya. Meskipun telah mendapat pengaruh luar dari generasi ke geneasi, namun keberadaan ritual dan juga budaya setempat masih dijunjung tinggi. Hal ini terlihat dari ritual yang dilakukan pada ibu yang tengah mengandung bayi , bersalin,dan nifas. Sebenarnya kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat tidak terbatas pada ritual-ritual itu saja , namun juga tergores sejuta sejarah yang diwariskan menjadi budaya lainnya yang begitu kaya sehingga tak cukup waktu untuk menjelaskannya dalam lembaran-lembaran saja. Dalam makalah ini khusus dibahas mengenai ritual adat saat masa kehamilan, bersalin, dan nifas, serta makanan pantangan bagi ibu hamil,bersalin,dan nifas.

1.      Upacara Adat saat Kehamilan
Seperti halnya budaya di daerah lain, di Desa Sumberkedawung juga mengenal adanya upacara tujuh bulanan. Saat usia kehamilan mencapai tujuh bulan, dilakukan siraman dengan air kembang setaman, disertai dengan doa-doa khusus.Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin.Setelah upacara siraman selesai, air yang ada di dua buah kendi dipergunakan untuk mencuci muka. Setelah air dalam kendi habis, satu kendi dipecahkan dan satunya disimpan.Setelah itu , ibu diberi makanan oleh orang tua kampung yang dipercaya memiliki kekuatan magis. Makanan yang diberikan yaitu, sepiring beras pulut merah, telur ayam dadar, dan juga manisan yang terbuat dari sari gula aren.Dalam satu suapan, makanan disusun di atas sendok sebelum disuguhkan kepada ibu untuk dimakan. Nasi diletakkan di bagian bawah, kemudian di atasnya diletakkan telur,dan terakhir ditambahkan manisan.

2.      Makanan Pantangan saat Hamil karena Budaya
Permasalahan yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.Beberapa kepercayaan yang ada di Desa Sumberkedawung  misalnya, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara itu ada juga yang mempercayai bahwa , ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Hal ini membuat ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.Saat hamil , ibu dilarang untuk memakan makanan hasil buruan ,apalagi hewan hasil buruan suami karena dipercaya bahwa bayi yang akan lahir akan terlahir cacat dan bahkan meninggal. Misalnya , seorang ibu tidak boleh makan daging burung yang didapatkan dari hasil tembakan di hutan, karena apabila burung itu mati karena peluru yang bersarang di kaki, maka bayi ibu akan lahir dengan kondisi cacat di kaki ,dan bahkan meninggal.

3.      Upacara Adat saat Persalinan
Dalam persalinan, sebenarnya dilakukan ritual saja, bukan sebuah upacara adat yang besar. Ketika ibu sudah merasakan bahwa ia akan melahirkan bayi ,maka orang tua ibu tersebut akan mencuci dan membilas kakinya dengan bersih . Setelah itu, air dituangkan dari mata kaki orang tua ibu hingga ujung jari kaki. Airnya ditampung dalam sebuah wadah. Air itu kemudian diberikan kepada ibu untuk diminum. Satu tegukpun cukup.Ini dilakukan untuk membantu persalinan ibu agar lebih lancar tanpa suatu kendala apapun.

4.      Makanan Pantangan saat Persalinan
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.




5.      Upacara Adat saat Nifas
Masyarakat di Desa Sumberkedawung mengenal tradisi penguburan ari-ari setelah ari-ari lahir. Ari – ari dimasukkan di dalam tempurung kepala atau kendi. Ari-ari yang telah disimpan di dalam tempurung kelapa atau kendi tersebut kemudian ditanam ke dalam tanah oleh dukun dengan rangkaian doa-doa pula.

6.      Makanan Pantangan saat Nifas
Saat masa nifas , ibu tidak diperbolehkan makan makanan yang diolah dengan santan dan minyak. Ibu juga tidak boleh makan daging, dan juga telur. Sebagai pengecualian, ibu hanya boleh makan daging ikan yang dibakar. Hal ini dimaksudkan agar luka bekas bersalin cepat sembuh.

C.    Pendekatan Sosial Budaya yang di Lakukan Pemerintah di Desa Sumberkedawung

Salah satu program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu, dan untuk mempercepat penurunan angka Kematian Ibu dan Anak adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan ibu dan perinatal.Dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan kebidanan dan kesehatan anak terutama di desa maka tenaga kesehatan (medis) seperti bidan harus menjalin kerjasama yang baik dengan tenaga non medis seperti dukun dengan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat:
1.      meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan.
2.      dapat mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan.

Selain bekerja sama dengan tenaga non medis seperti dukun,bidan desa juga bekerja sama dengan masyarakat yang secara sukarela membantu dan melaksanakan pos yandu. Biasanya masyarakat tersebut telah mendapat pelatihan dalam menjalankan tugasnya tersebut sebagai kader.Tugas dan fungsi bidan utama bidan desa adalah memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Banyak upaya-upaya pendekatan sosial budaya yang sudah dilakukan pemerintah di Desa Sumberkedawung antara lain yaitu :
1.      Upaya mobilisasi sosial untuk menyiagakan masyarakat saat situasi gawat darurat, khususnya untuk membantu ibu hamil saat bersalin.
2.      Upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menurunkan angka kematian maternal.
3.      Upaya untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat dalam menolong perempuan saat hamil dan persalinan.
4.      Upaya untuk menciptakan perubahan perilaku sehingga persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan profesional.
5.      Merupakan proses pemberdayaan masyarakat sehingga mereka mampu mengatasi masalah mereka sendiri.
6.      Upaya untuk melibatkan laki-laki dalam mengatasi masalah kesehatan maternal.
7.      Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan.
8.      Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan.
9.      Pengembangan wilayah sehat.
10.  Peningkatan dan pemerataan imunisasi dasar lengkap.
11.  Pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan penduduk miskin.
12.  Peningkatan pelayanan kesehatan ibu, KB dankesehatan anak.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pertolongan persalinan oleh tenaga non-medis tidak bisa dihilangkan karena sudah merupakan suatu kepercayaan dan sudah melekat dalam budaya. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-kesehatan masih diperlukan pada daerah-daerah yang masih minimnya tenaga kesehatan khususnya bidan.
Kerjasama antara bidan dan pemerintah dengan tenaga kesehatan non-medis sangat diperlukan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. kerjasama yang bisa dilakukan seperti misalnya dalam pemberian pelatihan kepada para tenaga kesehatan non-kesehatan atau keikut sertaan pemerintah sangat penting untuk menunjang sukesnya pelatihan dengan pemberian bantuan alat-alat untuk menolong persalinan seperti gunting tali pusat, sehingga infeksi saat pemotongan tali pusat bisa diturunkan.

B.     Saran

Sebagai seorang Bidan sangat ditekankan akan pelayanan yang maksimal. Tuntutan seorang bidan sangatlah berat dan berisiko tinggi terutama pada ibu dan anak. Maka dari itu seorang bidan wajib menjalankan tugas sesuai prosedur yang sudah ditentukan baik itu , penyuluhan dan lainnya sesuai profesi kebidanan.
Sebagai tenaga kesehatan sudah menjadi tugas bagi kita untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat dalam hal ini ibu menyusui. Memang tidak mudah meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah turun temurun ada di masyarakat. Tetapi alangkah baiknya jika kita sebagai tenaga kesehatan mampu mengubah pola pikir masyarakat tentang mitos-mitos seputar ibu menyusui.

1.      Untuk masyarakat
Diharapkan masyarakat ikut lebih memperhatikan tentang kesehatan atau ibu terutama dalam proses persalinannya.
Diharapkan masyarakat lebih menyeleksi dalam memilih penolong persalinannya.
2.      Untuk pemerintah
Diharapkan pemerintah ikut serta dalam memberikan dukungan seperti pelatihan dan pemberian alat-alat pertolongan peralinan gratis kepada dukun.
Diharapkan pemerintah bisa membantu alam pemerataan bidan atau tenaga kesehatan sampai daerah pedalaman sehingga mutu kesehatan meningkat sampai daerah-daerah terpencil.
3.      Untuk Peraji (dukun)
Diharapkan para dukun memiliki kesadara untuk meningkatkan pengetahuannya dan menerima pelatihan-pelatihan yang diberikan.
4.      Untuk Ibu Hamil
Diharapkan ibu hamil tidak hanya memeriksakan kehamilannya di dukun tetapi jugs di bidan agar bisa mendeteksi dini tanda-tanda bahaya kehamilan.
5.      Untuk Tenaga Medis
Diharapkan tenaga medis bersedia menjalin kerjasama dan berbagi ilmu dengan para dukun beranak atau peraji.






DAFTAR PUSTAKA


Kartika, Sofia. 2004. Kerjasama Dukun dan Bidan Desa untuk Menekan AKI dan AKB.

Ketua Mitra Peduli Kependudukan/Milik Jabar. 2006. Pikiran Rakyat Bandung.

prawirahardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP
 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar